OLEH :
BAJIL
150 2010 063
L.1
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2011
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………….
KATA PENGANTAR …………………………………………………..
DAFTAR ISI …………………………………………………………….
PENDAHULUAN ………………………………………………………
PEMBAHASAN ………………………………………………………..
1. Uji Neurofarmakologik pada hewan mencit dan tikus putih…………...
2. Teknik Pembiusan pada Berbagai Hewan Percobaan …………………
3. Pengaruh Variasi biologis hewan Percobaan ………………………….
4. Sistem Reproduksi …………….………………………………………
5. Penanganan Hewan Coba ………...……………………………………
6. Pemeliharaan dan Penggunaan Hewan Coba ………………………….
7. Peranan dan Pemanfaatan Hewan Coba ………………………………
8. Uji Klinik ………………….…………………………………………..
9. Petunjuk Penanganan hewan Percobaan ………………………………
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelasaikan tugas makalah ini.
Makalah ini dikerjakan untuk memenuhi salah satu tugas mata kulliah Farmakologi Toksikologi I. Di dalam penyusunan makalah ini dijumpai hambatan, namun hal ini bukanlah yang memaksa penulis untuk memutuskan usaha ditengah jalan, tapi justru hambatan ini menjadi suatu tantangan tersendiri di dalam penyusunan makalah ini.
Dengan tersusunya makalah ini, tak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga penyusunan laporan lengkap ini dapat diselesaikan dengan baik.
Akhirnya penulis berharap semoga jerih payah pada dalam menyusun makalah ini dapat bermanfaat bagi kita sekalian dan semoga Allah SWT meridhoi segala amal yang telah kita kerjakan.
Makassar, 21 Mei 2011
PENULIS
PENDAHULUAN
Senyawa obat dapat dibuat dengan sintesa atau dapat diperoleh dari ekstraksi tanaman. Setelah diperoleh maka senyawa obat tersebut akan diuji aktivitas farmakologinya. Bilamana obat tersebut belum diketahui aktivitas farmakologinya maka akan dimulai dengan uji neurologik lebih dahulu.
Uji neurofarmakologik adalah bagian dari blind screening, yaitu suatu uji farmakologi untuk melihat efek farmakologi senyawa obat baru. Uji neurofarmakologik ini merupakan uji yang relative murah karena hanya menggunakan sejumlah hewan kecil yaitu menvit atau tikus putih. alatnya cukup menggunakan papan datar bulat (platform) yang tingginya 30 cm dari dasar. Dalam zaman elektronik ini telah dibuat alat – alat pengamatan uji neurofarmakologik.
BAB I
UJI NEUROFARMAKOLOGIK PADA HEWAN MENCIT DAN TIKUS PUTIH
Dalam uji neurofarmakologik yang perlu dicatat spesies jenis kelamin. Berat badan maupun umur hewan.
A. PROFIL TINGKAH LAKU
1. KESADARAN (AWARENES)
Kewaspadaan (alertness) dapat diamati dengan menyentuh mencit tersebut dengan suatu benda misalnya potlot atau ballpoint maka mencit yang normal akan menghindar dan mencit yang mendapat obat depresan kurang reaktif.
Visual placing yaitu mengukur respon mencit bila diletakkan dalam berbagai posisi.
Seteritypy yaitu gerakan mencit normal yang berulang seperti gerakan menyelidiki.
Passitivity yaitu mengukur respon mencit bila diletakkan posisi mencit yang tidak biasa.
2. KEADAAN JIWA (MOOD)
Mencit yang normal akan mengusap-usap mukanya dengan kaki depannya, keadaan ini disebut grooming. Grooming berlebihan menunjukkan adanya stimulasi sentral (SSP) atau stimulasi simpatik.
Mencit yang normal tidak bersuara, jika bersuara keras (vocalization) menunjukkan adanya stimulus yang menyakitkan.
Restlessness atau kegelisahan tidak terdapat pada mencit normal.
3. AKTIVITAS MOTORIK
Yang termasuk aktivitas motorik yaitu spontaneous activity, reactivity, touch response, dan pain response.
B. PROFIL NEOROLOGIK
1. EKSITASI SENTRAL
Stimulasi SSP ini ditunjukkan dengan startle response, straub response, tramor dan convulsions
2. INKOORDINASI MOTORIK
Body position dan limb position. Posisi tubuh serta posisi tungkai lengan yang berbeda dengan normal menunjukkan adanya hambatan noeuromoscular atau gangguan SSP.
3. MUSCLE TONE
Ada beberapa uji untuk muscle tone atau kekuatan otot limb tone, grip strength, body tone, dan abdominal tone
4. REFLEKS
Reflek pinna yaitu reflek yang timbul jika pusat daun telinga mencit disentuuh dengan benda halus seperti rambut, mencit normal akan berusaha menghindar, skor normal empat.
Reflek corneal yaitu bila kornea mata disentuh dengan rambut, mencit normal akan menghindar dengan memejamkan mata dari skor normal empat.
Reflek ipsilateral flexor yaitu bila jari kaki di jepit dengan pingset, maka mencit normal akan menarik kakinya dan berusaha lari. Bila reflek tidak normal menunjukkan adanya pengaruh penghambatan terhadap saraf sensoris, sinapsis spiral.
C. PROFIL OTONOMIK
Profil otonomik yaitu profil farmakologik yang berkaitan dengan system saraf otonom, yang meliputi :
1. TANDA – TANDA OPTIK
Ukuran pupil dibandingkan antara sebelum dan sesudah diberi obat. Pelebaran pupil menandakan bahwa hewan terpengaruh obat parasimpatolik atau simpatitik.
Palpebral opening bila lebar menunjukkan adanya aktivitas simpatomimetik dan bila sempit menunjukkan adanya ataratik atau sedative. Eksoptalamus yaitu bola mata keluar menunjukka adanya stimulasi simpatis.
2. TANDA – TANDA SEKRETORI
Urinasi menunjukkan adanya aktivittas muskarinik atau iritasi saluran kemih. Salvias menunjukkan adanya aktifitas muskarinik.
3. TANDA – TANDA UMUM
Writhing atau menggeliat menunjukkan adanya iritasi jaringan atau stimulasi reseptor sensoris. Piloerection atau bulu mencit berdiri menunjukkan adanya kompensasi temperature yang rendah (kedinginan) atau aktifitas simpatometik.
Skin colour atau warna kulit khususnya daun telinga, bila berubah dari merah muda (pink) menjadi merah maka menunjukkan adanya vasodilatasi akibat pengaruh simpatolitik. Warna putih menunjukkan vasikontriksi karena pengaruh simpatomimetik. Heart rate yaitu detak jantung dapat dipercepat oleh aktivitas parasimpatomimetik dan dapat pula diperlambat oleh depresan pernafasan atau SSP, khususnya pada dosis tinggi.
BAB II
TEKNIK PEMBIUSAN PADA BERBAGAI HEWAN PERCOBAAN
Prinsip pembiusan pada dasarnya menghilangkan rasa kesakitan pada hewa percobaan pada saat diperlukan untuk tujuan penelitian atau praktkum. Dibidang kedokteran hewan ada dua metode pembiusan yaitu embiusan loka dan pembiusan umum. Pemiusa lokal tidak begitu sering dikerjakan karena masih mengandung resiko eksitasi dan menggigit. Juga ada obat yang sifatnya mengurangi rasa sakit (analgesik) dan pennang (tranquilizer), dokter hewan sering menggunakan obat ini untuk tujuan klinis atau diagnostik tetapi untuk tujuan penelitian sebagai hewan percobaan penggunaanya tia begitu serng mengingat pengunaan obat-obat tersebut masih mengandung resiko eksitasi dan gigitan. Walaupun begitu obat-obata yang mengurangi rasa sakit dan penenang masih sering digunakan dalam kombinasi dengan obat bius sebagai pembiusan umum (general anestesia) atau disuntikkan untuk tujuan pre-anastesia (tindakan yang harus dilakukan sebelum pembiusan ntuk mengurangi efek samping).
A. Tekhnik pemberian oral bahan uji
Pencekokan pada hewan percobaan (mencit, tikus, marmut dan kelinci prinsipnya sama yaitu memasukkan bahan uji dalam bentuk cair langsung ke lambung melalui esofagus. Untuk pencekokan ini dperluka alat dalam bentuk logam (kanula, sonde) dengan ukuran setara jarum 15-16 G atau dalam bentuk pipa karet (Polyethylene chateter). Bila menggunakan kateter karet, maka cara memasukkanya agar mudah dan kateter idak tergigit adalah dengan membua kayu bulat atau plastik dengan lubang ditengah. Setelah kayu ini digigit dan lubang ditengahnya persis dirongga mulut maa kateter karet tersebut dmasukkan langsung ke lambung.
B. Tekhnik penyuntikan bahan uji
Pemberian bahan bahan uji pada hewan pecobaan sering dilakukan dengan cara penyuntikan (injeksi). Beberapa metodepenyuntikan yang sering dilakukan yaitu:
a. Intradermal : Penyuntikan bahan uji masuk kedalam kulit.
b. Subcutaneus : Penyuntikan bahan uji masuk ke ruang bawah kulit.
c. Intraperitonial : Penyuntikan bahan uji masuk kedalam ringga perut.
d. Intramuskular : Penyuntikan bahan uji masuk ke dalam otot.
e. Intravenous : Penyuntikan bahan uj masuk ke dalam pembuluh darah
vena.
Beberapa metode penyunikan bahan uji yang lain walaupun tidak sering digunakan tetapi metode ini bisa dipilih sebagai alternatif penyuntikan atau digunakan pada hal-hal khusus yaitu :
a. Intrahoracis : Penyuntikan bahan uji masuk ke rongga dada.
b. Intracardiac : Penyunikan bahan uji masuk menembus otot dan
ruang jantung
c. Intrapulmonari : Penyuntikan bahan uji masuk ke dalam paru-paru.
d. Epidural : Penyuntikan bahan uji masuk ke ruang tulang
belakang bagian sacrumlumbar.
BAB III
PENGARUH VARIASI BIOLOGIS HEWAN PERCOBAAN
Variasi biologis berarti tidak ada dua akan memberikan atau lebih sediaan uji yang diharapkan akan memberikan hasil yang identic dan sediaan yang sama pada saat yang sama diharapkan menimbulkan reaksi yang berbeda.
Ada 4 hal dilihat dalam menentukan hewan coba :
1. Umur
Bayi atau hewan yang baru lahir memiliki respon yang berbeda dengan hewan yang telah dewasa. Disebabkan oleh pendewasaan organisme. Misalkan tikus, hamster, dan mencit. Hewan tersebut terlahir dengan sawar otak yang secara fungsional tidak matang dan kadar amino tak lebih rendah dari hewan dewasannya. Indikasi lain untuk membedakan hewan yang lebih muda dan lebih tua dengan memberikan reseprin pada bayi tikus dan terjadi penggosongan katekolamin otak, hal tersebut disebabkan oleh dosis resperin jauh lebih intensif pada hewan muda dibandingkan dengan hewan yang lebih tua.
2. Spesies
Pemilihan spesies akan sangat berpengaruh pada tingkat keberhasilan penelitian. Percobaan dilakukan ada yang menggunakan spesies yang relative kecil dan ada juga spesies yang karasteristik yang unit yang memberikan keuntungan bagi peneliti obat spesifik. Sebagai contoh monyet memiliki system respirasi dan thoraks yang sama dengan manusia. Setiap hewan berbeda –beda responnya, disebabkan oleh injeksi SC. Sebagai contoh respon obat pada kelinci dan tikus. Pada kelinci darahnya yang membuat relative resistensi terhadap blockade atropine sedangkan pada tikus terjadi reflex muntah.
3. Strain
Strain hewan yang memiliki aplikasi spesifik di dalam penelitian analog penyakit manusia, termaksuk mencit yang gemuk secara genetis yang kurang peka terhadap ambilan diafragmatik dan jaringan adipose terhadap glukosa radioaktif selama pembentukan glikogen. Aktivitas strain mencit secara konsisten lebih rendah dari pada mencit jantan dansetiap strain yang diwariskan.
Strain tikus dapat diketahui dengan perbedaan konsentrasi sel darah putih yang beredar di dalam darahnya.
4. JenisKelamin
Penelitian untuk menentukan perbedaan aktivitas biologis antara hewan jantan dan betina. Betina memiliki siklus yang berhubungan dengan ovulasi misalnya siklus estrus begitu pula dengan sebaliknya. Sebagai contoh pada tikus dianastesi dengan disuntikkan oksitosin. Selama fase diestrus dan anestrus bersifat vasodilator. Namaun pada fase estrusoksitosin menyebabkan vasokontrikisi dan menyebabkan kenaikan tekanan darah. Pada tikus jantang diketahui memiliki aktivitas enzim yang lebih besar, seperti enzim aminopirin N-demitilasi dan disaat berumur 7 minggu mengalami ulkus lambung yang diinduksi oleh respire lebih nyata dibandingkan dengan tikus betina pada umur yang sama.
BAB IV
SISTEM REPRODUKSI
Pada hewan betina yang dewasa seksual dikenal adanya siklus reproduksi. Siklus reproduksi adalah siklus seksual yang terdapat pada individu betina dewasa seksual dan tidak hamil yang meliputi perubahan-perubahan siklik pada organ-organ reproduksi tertentu misalnya ovarium, uterus, dan vagina di bawah pengendalian hormon reproduksi. Siklus reproduksi meliputi antara lain siklus esterus, siklus ovarium, dan siklus menstruasi.
A. SIKLUS ESTRUS
Pada kebanyakan vertebrata dengan pengecualian primata, kemauan menerima hewan-hewan jantan terbatas selama masa yang disebut estrus atau berahi. Selama estrus, hewan-hewan betina secara fisiologis dan psikologis dipersiapkan untuk menerima hewan-hewan jantan, dan perubahan-perubahan struktural terjadi di dalam organ assesori seks betina. Hewan-hewan monoestrus menyelesaikan satu siklus estrus setiap tahun, sedangkan hewan-hewan poliestrus menyelesaikan dua atau lebih siklus estrus setiap tahun apabila tidak diganggu dengan kehamilan.
Siklus estrus adalah siklus reproduksi yang berlangsung pada hewan non primata betina dewasa seksual yang tidak hamil. Pada mencit, siklus estrus terdiri atas beberapa fase utama adalah fase diestrus, fase proestrus, fase estrus, dan fase metestrus.
1. Fase diestrus, adalah fase yang ditandai dengan adanya sel-sel epitel berinti dalam jumlah yang sangat sedikit dan leukosit dalam jumlah yang sangat banyak. Lamanya fase ini kurang lebih 55 jam (Billet dan Wild, 1975)
2. Fase proestrus, adalah fase yang ditandai dengan adanya sel-sel epitel berinti berbentuk bulat, leukosit tidak ada atau sangat sedikit. Lamanya fase ini kurang lebih 18 jam (Billet dan Wild, 1975)
3. Fase estrus, adalah fase yang ditandai dengan adanya sel-sel epitel menanduk yang sangat banyak, dan beberapa sel epitel dengan inti yang berdegenerasi. Lamanya fase ini kurang lebih 25 jam (Billet dan Wild, 1975).
4. Fase metestrus adalah fase yang ditandai dengan adanya sel-sel epitel menanduk dan leukosit yang banyak. Lamanya fase ini kurang lebih 8 jam (Billet dan Wild, 1975).
Fase-fase siklus estrus dapat didentifikasi dengan membuat apusan vagina. Pengamatan terhadap sitologi apusan vagina dapat dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya. Aplikasi uji apusan vagina dapat digunakan untuk menentukan aktivitas esterogenik suatu bahan .
Pada saat hewan berada pada fase diestrus, maka pada saat itu hewan-hewan tersebut tidak aktif secara seksual. Semua hewan mamalia betina kecuali primat tingkat tinggi, kopulasi hanya dimungkinkan berlangsung pada periode tertentu di dalam setiap siklus estrusnya. Periode dimana secara psikologis dan fisiologis hewan betina bersedia menerima pejantan dinamakan berahi atau estrus. Ketika berahi, seekor betina berada pada status psikologis yang berbeda secara jelas dibandingkan dengan sisa periode di luar berahi di dalam siklus. Pejantan biasanya tidak menunjukkan perhatian seksual pada betina di luar masa berahi, dan bila pejantan akan mengawini betina, maka hewan betina akan menolak.
Terdapat korelasi antara keadaan fisiologis dengan kejadian- kejadian endokrin reproduksi. Manifestasi berahi ditimbulkan oleh hormon seks betina, yaitu esterogen yang dihasilkan oleh folikel-folikel ovarium. Pemberian esterogen secara eksogen pada hewan betina dapat menimbulkan berahi pada hamper setiap saat selama periode siklus estrus, bahkan pada hewan betina yang diovariektomi (Nalbandov, 1990).Banyak hewan ketika berahi menjadi sangat aktif. Babi dan sapi pada saat berahi berjalan empat atau lima kali lebih banyak dibandingkan dengan sisa masa siklusnya. Aktivitas yang tinggi ini disebabkan oleh esterogen. Tikus yang berada di dalam kandang berlari secara spontan jauh lebih banyak ketika berahi dibandingkan selama diestrus (Nalbandov, 1990). Sikluis estrus berhubungan erat dengan perubahan organ-organ reproduksi yang berlangsung pada hewan betina.
a. Vagina
Selama masa estrus atau berahi atau perkembangan folikel yang maksimal, serviks mensekresi lender dalam jumlah terbesar dan tercair; atau kalau pada manusia terdapat pada saat ovulasi. Lendir serviks memiliki pH 6,6 s/d 7,5 (Pada sapi rata-rata 6,9), dan pH ini kira-kira tetap stabil sepanjang siklus. Sperma tetap dapat hidup dalam serviks (72 jam pada wanita), jauh lebih baik dibandingkan di dalam vagina yang hanya dalam beberapa jam saja sperma sudah tidak dapat bergerak. pH vagina bersifat alkalis tetapi diantara individu menunjukkan variasi yang luas dan juga terdapat variasi yang luas di dalam siklus. Pada sapi, pH vagihna bervariasi antara 7,5 s/d 8,5. Pada semua species hewan yang telah diselidiki (sapi, kuda, wanita dan tikus), vagina menjadi lebih alkalis selama fase tidak birahi (diestrus bagi hewan non primat) dan menjadi lebih asam selama berahi. Perubahan pH ini disebabkan oleh esterogen telah dapat ditunjukkan dengan injeksi hormon pada wanita dan sapi yang diovariektomi.
Pada tikus dan mencit, perubahan-perubahan yang berlangsung pada vagina meliputi perubahan histologi epitel yang tergambar pada saat dilakukan pengamatan apusan vagina. Epitel vagina secara siklik dirusak dan dibentuk kembali selama siklus, bervariasi dari bentuk skuama berlapis hingga kuboid rendah.
Tipe-tipe epithelium yang mendominasi preparat apusan vagina memberikan petunjuk apakah epitel vagina sedang distimulasi atau tidak oleh esterogen. Perubahan- perubahan hisdtologi vagina terjadi pada semua mamalia betina selama siklus estrus. Teknik preparat apusan vagina sangat bermanfaat terutama pada species yang memiliki siklus estrus pendek (mencit dan tikus), karena pada species ini , histology vagina dapat mencerminkan kejadian-kejadian pada ovarium dengan tepat (Nalbandov, 1990). Pada species dengan siklus yang lebih panjang seperti wanita dan hewan domestikasi, akan mengalami keterlambatan satu sampai beberepa hari dari perubahan ovarium. Kecuali itu, betina dengan siklus panjang menunjukkan variasi individu yang sangat nyata dan menyebabkan aplikasi teknik apusan vagina kurang tepat dan kurang berguna (Nalbandov, 1990).
b. Uterus
Bila dilakukan pengamatan terhadap perubahan-perubahan histologi dan morfologi uterus selama siklus, maka akan ditemukan bahwa ukuran maupun histology uterus tidak pernah statis. Perubahan yang sangat nyata terjadi di endometrium dan kelenjarnya. Selama fase folikuler dari siklus estrus, kelenjar uterus sederhana dan lurus dengan sedikit cabang. Penampilan kelenjar uterus ini menandakan untuk stimulasi esterogen. Selama fase luteal, yakni saat progeteron beraksi terhadap uterus, endometrium bertambah tebal secara mencolok. Diameter dan panjang kelenjar meningkat secara cepat, menjadi bercabang-vabang dan berkelok-kelok.
c. Ovarium
Puncak peristiwa siklus estrus adalah pecahnya folikel dan terlepasnya ovum dari ovarium. Pada sapi, 75% mengalami ovulasi 12 s/d 14 jam setelah berahi berakhir; yang lain mengalami ovulasi lebih awal, yaitu 2,5 jam sebelum berahi berakhir. Pada wanita akan mengalami ovulasi kira-kira hari ke 14 dari siklus. Pada beberapa hewan, variasi saat ovulasi tidak jelas. Hampir mayoritas kelinci tanpa memperhatikan bangsanya, ovulasiterjadi 10 s/d 11 jam setelah kopulasi atau sesudah injeksi dengan hormone yang mengindukdi ovulasi. Pada tikus dan mencit, panjang siklus dan saat ovulasi sangat konstan pada setiap macam strain (Nalbandov, 1990).
B. SIKLUS MENSTRUASI
Siklus menstruasi adalah siklus reproduksi yang berlangsung pada hewan primata betina dewasa seksual yang ditandai dengan adanya haid. Pada manusia menstruasi biasanya ber-akhir pada umur di atas 45 hingga 50 tahun, periode ini biasa disebut periode monopause. Lama siklus menstruasi biasanya kurang lebih 28 hari. Siklus menstruasi biasanya dimulai antara usia 12 dan 15 tahun. Periode ini biasa disebut periode menarch, dan terus berlangsung hingga mencapai periode menopause. Siklus menstruasi terdiri atas 3 fase yaitu fase proliferasi, fase sekresi dan fase menstruasi. Fase proliferasi merupakan fase dimana kelenjar endometrium mengalami pertumbuhan sebagai akibat berlangsungnya pembelahan sel secara berulang-ulang. Fase ini bertepatan dengan perkembangan folikel ovarium dan pembentukan hormone esterogen yang diproduksi oleh sel-sel folikel. Pada fase ini kadar hormon esterogen di dalam plasma darah meningkat. Pada akhir fase ini performance kelenjar tampak lurus, lumen sempit dan sel-sel mulai mengakumulasi glikogen pada daerah disekitar inti, arteri spiralis memanjang dan berkelok-kelok. Fase sekresi atau fase luteal dimulai setelah ovulasi dan sangat tergantung pada pembentukan korpus luteum yang mensekresikan progesteron. Progesteron bekerja merangsang sel-sel kelenjar untuk bersekresi. Kelenjar menjadi berkelok-kelok karena lumennya melebar akibat bahan sekret yang terakumulasi di dalamnya. Pada fase ini endometrium mencapai tebal yang maksimum sebagai akibat penimbunan bahan sekret dan terjadinya oedema stroma. Selama fase ini pembelahan mitosis mulai sangat menurun, sementara itu pemanjangan dan berkelok-keloknya arteri spiralis terus berlangsung dan meluas ke bagian superfisial endometrium. Fase menstruasi terjadi bila ovum tidak dibuahi sehingga tidak
ada implantasi. Tidak adanya implantasi menyebabkan tidak terbentuknya plasenta. Tidak adanya plasenta menyebabkan tidak terbentuknyahuman chorionic gonadotrophin (hCG), sehingga tidak ada yang memelihara korpus luteum. Akibatnya korpus luteum berdegenerasi. Degenerasi korpus luteum menjadi korpus albican menyebabkan produksi progesteron menurun secara drastis hingga mencapai kadar yang tidak mempu mempertahankan penebalan endometrium. Akibatnya terjadi penyusutan dan peluruhan endomet- rium (Junqueiro dan Carneiro, 1982).
Pada akhir fase sekresi, dinding arteri spiralis berkonstraksi, menutup aliran darah dan menimbulkan iskemia yang mengakibatkan kematian (nekrosis) endometrium. Pada stadium ini, deskuamasi endometrium dan rupture pembuluh-pembuluh darah di atas konstriksi berlangsung dan perdarahan mulai timbul (Junqueiro dan Carneiro, 1982). Endometrium sebagian lepas. Jumlah yang hilang pada setiap wanita tidak sama, bahkan pada wanita yang sama pada waktu yang berlainan.
Pada umumnya panjang siklus menstruasi rata-rata berkisar 28 hari. Menstruasi adalah peristiwa keluarnya darah dari vagina. Darah haid berasal dari lumen uterus dan timbul akibat terlepasnya bagian lapisan fungsional dari endometrium yang sebelumnya dipersiapkan untuk menerima sel telur yang telah dibuahi atau zygot. Lama menstruasi berkisar 2- 6 hari. Jangka waktu dari hari pertama haid sampai hari pertama haid berikutnya disebut daur haid atau siklus menstruasi. Siklus menstruasi dianggap normal apabila berlangsung diantara 21-45 hari lamanya, dan dikatakan teratur bilamana perbedaan dalam daur haid yang dialami seorang wanita tidak lebih dari satu minggu lamanya.
Perubahan-perubahan selama siklus menstruasi sangat erat kaitannya dengan perubahan-perubahan yang berlangsung di dalam ovarium. Perubahan-perubahan yang berlangsung pada ovarium meliputi tiga tahap adalah (i) pra ovulasi (ii) ovulasi, dan (iii) pasca ovulasi. Tahap pra ovulasi adalah jangka waktu antara hari pertama haid sampai saat ovulasi. Lamanya tahap praovulasi dapat berubah- ubah pada seseorang dan berbeda diantara para wanita. Tahap pasca ovulasi adalah jangka waktu antara ovulasi sampai hari pertama haid berikutnya.
Pada hari-hari terakhir sebelum ovulasi, folikel Graaf bertambah besar dengan cepat dibawah pengaruh FSH dan LH, dan membesar hingga mencapai garis tengah 15 mm. Bertepatan dengan Sperkembangan terakhir folikel Graaf, oosit primer, dimana pada saat itu masih dalam tahap diktioten melanjutkan dan mengahiri pembelahan miosis pertamanya. Sementara itu permukaan ovarium menonjol setempat tanpa pembuluh darah dan disebut stigma. Sebagai akibat kelemahan setempat dan degenerasi dari permukaan ovarium, cairan folikel merembes keluar melalui stigma yang berangsur-angsur membuka. Bila cairan yang keluar semakin banyak, tekanan di dalam folikel semakin berkurang dan oosit bersama sel cumulus ooforus yang mengelilinginya terlepas dan hanyut meninggalkan ovarium. Beberapa diantara sel-sel cumulus ooforus tersebut kemudian menyusun diri di sekeliling zona pellusida dan membentuk corona radiate. Pada saat oosit dengan cumulus ooforusnya dikeluarkan dari ovarium (ovulasi), pembelahan miosis pertama berakhir dan oosit sekunder memulai pembelahan miosis kedua (Sadler, 1988)
Pada beberapa wanita, ovulasi disertai dengan sedikit rasa nyeri, dikenal dengan nama nyeri tengah, karena peristiwa itu normal terjadi dekat pertengahan daur menstruasi. Pada umumnya ovulasi juga disetai dengan peningkatan suhu tubuh, suatu peristiwa yang dapat diamati untuk membantu penentuan saat terjadinya ovulasi (Sadler, 1988).
BAB V
PENANGANAN HEWAN COBA
Keterampilan menguasai hewan coba bukanlah suatu kemampuan yang dapat diperoleh dengan sekejap. Beberapa hal di bawah ini dapat memebantu dalam upaya menguasai keterampilan tersebut:
1. Cari informasi dari buku, diktat, dan berbagai sumber lain dan perhatikan bagaimana orang yang sudah ahli melakukan handling dan restraint terhadap hewan oba.
2. Coba mengatasi rasa takut atau anxiety
3. Handling yang salah dapat merusak hewan coba bahkan sampai menyebabkan stress sehingga hewan tersebut tidak berguna lagi untuk penelitian
4. Jangan pakai seekor hwan untuk percobaan, sampai hewan tersebut benar-benar berhasil ditenangkan dan dalam keadaan terkekang.
Cara Memegang (Handling)
Ada berbagai cara menangani hewan coba tergantung pada jenis hewannya dan kebutuhan apa yang ingin dilakukan. Padahewan coba ukuran besar, misalnya pengambilan darah dari vena jugularis pada sapi, dapat dilakukan sambil hewan tersebut berdiri.
1. Tikus
Pada umumnya tikus-tikus di lab mempunyai temperamen yang tenang, mereka dapat ditenangkan dalam waktu singkat.
Tikus dewasa sebaiknya jangan diangkat dengan memegang ekornya karena akan menyebabkan stress bagi tikus, bahkan dapat embahayakan tikus itu, akan tetapi harus dipegang dengan menggengga kulit yang agak kendor di daerah bahu dengan jari telunjuk dan ibu jari, dengan jari-jari lain eutar sekeliling perut.
Restraint , sebelum dilakukan penyuntikan, peberian obat melalui mulut, atau pemberian noor telinga sebaiknya tikus itu dikekang.
2. Mencit
Pada hewan ini handling dilakukan memegang setengah bagian dari pangkal ekor. Agar tidak bergerak, letakkan hewan padsa pada permukaan yang tidak licin sehingga hewan cenderung mencngkeramkan kakinya pada lantai tersebut.
3. Hamster
Hamster bisa tampak galak terutama kalau mereka diangunkan dari tidur lelapnya. Olehkarena itu bangunkan mereka dengan menggoyangkan kandangnya, barulah handling dapat dilakukan. Hewan ini tidak suka digengga erat, karena itu metode handling yang paling sesuai adalah cropping.
4. Kelinci
Dalam menghandle, kelinci dipegang erat-erat dan hati-hati karena kelinci sering berontak bila merasa tidak nyaman. Kelinci yang masih muda dapat dipegang langsung pinggangnya erat-erat, sedangkan kelinci dewasa dipegang dengan cara memegang kulit bagian kuduknya erat-erat dengan tangan kanan pada saat yang sama tangan kiri menyangga badan hewan.Untuk restraint bila diperlukan pemerikasaan atau penyuntikan balikan kelinci pada punggungnya dengan memegang telinganya dan sebelah menjaga kaki belakangnya.Bila akan diambil sampel darah kelinci sebaiknya dimasukkan kedalam kandang jepit yang mempunyai lubang seukuran leher kelinci tadi.
5. Kucing
Kucing adalah hewan coba yang paling sukar dihandling, karena sifatnya yang suka mencurigai orang asing kadang kala diperlukan waktu agar hewan tersebut mengenal kita terlebuh dahulu. Kucing yang jinak dapat dibawa dengan menjepitnya dibawah ketiak. Tetapi kebanyakan kucing tidak bersahabat, sehingga perlu dilakukan restraint, atau kita menggunakan sarung tangan antio gigitan sepanjang siku dan pemakaian kacamata pelindung.
6. Anjing
Berbagai ras anjing mempunyai temperamin yang berbeda-beda. Ras-ras anjing ukuran kecil untuk dipelihara dalam rumah umumnya bersifat jinak sedangkan anjing besar untuk keperluan menjaga rumah bersifat galak. Kecuali pada anjing yang sangat jinak diperlukan alat bantu berupa pita atau tali untuk mengikat mulut atau alat khusus berupa selongsong untuk menutup bagian mulut agar anjing tidak bisa menggigit selama dilakukan tindakan.
BAB VI
PEMELIHARAAN DAN PENGGUNAAN HEWAN COBA
A. Karakteristik Hewan Coba Mencit dan Kelinci
Mencit liar atau mencit rumah adalah hewan semarga dengan mencit laboiratorium. Hewan tersebut tersebar du seluruh dunia dan sering ditemukan di dekat atau di dalam gedung dan rumah yang dihuni manusia. Mencit juga dapat ditemukan banyak ditemukan didaerah lain yang tidak dekat dengan manusia, asal ada makanan dan tmpat berlindung. Semua galur mencit laboratorium yang ada pada waktu ini merupakan turunan dari mencit liar sesudah melalui peternakan selektif.
Adapun karakteristik dari mencit yaitu bulu mencit liar berwarna keabu-abuan, dan warna perut sedikit lebih pucat. Mata berwarna hitam dan kulit berpigmen. Berat badan bervariasi, tetapi umumnya pada 4 minggu berat badab mencapai 18-20 gram. Mencit liar dewasa dapat mencapai 30-40 gram pada umur 6 bulan atau lebih. Mencit liar makan segala makanan (omnivorus), dan mau coba makan apapun penganan yang tersedia bahkan bahan yang tidak bias di makan. Akan tetapi bahan-bhan yang tidak bias di makan akan dicicipi dahulu dan hanya akan kembali makan lagi jika ada akibat-akibat buruk setelah mencicipinya. Mencit liar dapat masuk lubang yang sangat kecil, liang di dinding dan celah-celah pada atap. Hewan ini dapat berjalan amat jauh dalam pipa yang mempunyai gari tengah sebesar 2,5 cm, dan dengan mudah dapat memanjat dinding batu bata. Meskipun mencit l;iat lebih suka suhu lingkungan tinggi, mencit liar dapat hidup terus dalam suhi rendah.
Selain mencit, kelinci juga dapat dijadikan sebagai hewan coba. Adapun karakteristik dari kelinci yaitu kelinci mempunyai kemampuan untuk hidup dalam habitat sangat berbeda yang bervariasi mulai dari padang pasir hingga daerah subtropics. Akan tetapi, kelinci berkembang bauk paling baik di daerah beriklim sedang. Biasanya, kelinci liar tinggal dalam lubang-lubang dalam tanah.kelinci mempunyai tabiat menarik sekali dan juga sangat penting, yaitu makan tinjanya (coprophagy). Kelinci mengeluarkan dua mavam tinja. Pada siang hari, butir tinja keras dan kering. Akan tetapi pada malam hari tinja lembek dan berlendir.
B. Pemeliharaan Kandang Hewan
Mencit laboratorium dapat dikandangkan dalam kotak sebesar kotak sepatu. Kotak dapat dibuat dari berbagai mavam bahan, misalnya plastic, aluminium atau baja tahan karat. Kandang-kandang mencit dapat ditempatkan dikandang yang mempunyai dinding dan lantai dari kawat. Prinsip dasar yang perlu dicamkan kalau memilih kotak mencit ialah bahwa kotak harus mudah dibersihkan dan disterilkan. Kotak mencit harus tahan lama, tahan digigit dan mencit tidak dapat lepas. Biasanya kotak yang dibuat dari plastic polivinil klorida (PVC) tidak begitu memuaskan karena plastic ini lunak dan dapat dikerta oleh mencit. Plastic ini juga sukar disterilkan karena tidak begitu tahan panas.
Penting sekali tersedia alas tidur (bedding) dengan kualitas bagus dan bersih. Alas tidur harus tidak begitu menarik mencit binatang lainnya, misalnya kutu. Selanjutnya, alas tidur harus dapat menghisap air dan tidak mengandung zat-zat yang dapat mengganggub penelitian. Alas tidur harus diganti sesering mungkin. Dalam praktek, kalau tercium ammonia dari kotak mencit, maka alas tidur perlu diganti. Makin banyak mencit dalam tiap kotak, makin cepat berbau. Tetapi meskipun lambat berbau, alas tidur harus diganti sekurang-kurangnya satu kali tiap minggu. Selama musim hujan, pada waktu kelembapan udara tinggi, alas tidur cepat basah, sehingga harus lebih sering diganti, mungkin dua sampai tiga tiap minggu.
Pada umumnya, gedung kelinci laboratorium mempunyai persyaratan sederhana yang meliputi kebersihan, hewan terlindungi dari angin, hujan, dan cahaya matahari langsung danm lama, dan memperoleh cahaya cukup dan udara segar. System mengandangkan kelinci sedikit berbeda dengan system pada mencit, tikus dan marmot, itu biasanya hanya seekor kelinci dalam satu kandang. Gedung untuk kelinci tidak perlu mempunyai standar sama dengan gedung hewan percobaan lain kecuali kalau perlu perlindungan terhadap suhu tinggi. Namun, kalau dipakai kandang dengan lantai luas diperlukan gedung dengan kualitas sama dengan gedung hewan percobaan lain tersebut.
System perkandangan yang cocok din pakai di daerah pegunungan, didaerah tropis, misalnya 500-1000 meter diatas permukaan laut. Kandang semacam ini dapat dibuta dari kayu dan bamboo. Atap kandang harus tahan hujan, dinding dibuat dari papan kayu dan mempunyai celah, lantai terdiri atas bilah bamboo supaya tinja dapat jatuh. Kandang tidak perlu diletakkan dalam gedung, tetapi system ini dapat dipakai di dalam gedung di daerah sedikit lebih panas.
C. Makanan dan Minuman Hewan Coba
Persiapan dalam menyediakan makanan mencit yang lengkap termasuk memperhatikan kira-kira 50 komponen penting. Persiapan ioni meliputi membuat resep dan membuat makanan sehingga mengandung komponen-komponen dengan kadar yang diperlukan dengan mempertimbangkan factor-faktor lain yang ada hubungannya denga kualitas makanan. Factor-falktor yang mempunyai pengaruh terhadap kualitas makanan termasduk apakah bahan makanan mudah dicerna, enak dan mencit mau makan, cara menyiapkan dan menyimpan makana serta konsentrasi zat kimia atau bahkan kuman pencemar.
Pada umunya, makanan mencit dengan kualitas tetap harus tersedia, sebab perubahan kualitasa dapat menyebabkan penurunan berat badan dan tenaga. Akan tetapi, bahan dasar makanan mencit dapat sedikit bervariasi misanya dengan susunan sebagai berikut : protein, 20-25%; lemak, 10-12%; pati, 45-55%; serat kasar, 4% atau kurang; dan abu, 5-6%. Selanjutnya, makanan mencit harsu berisi vitamin A (15.000-20.000 IU/kg); vitamin D (5000 IU/kg); al;fa tokofenol (50 mg/kg); asam linoleat (5-10 g/kg); timin (15-20 mg/kg); riboplavi (8 mg/kg); pantotenat (20 mg/kg); viotamin B12 (30 UG/kg); biotin (80-200 UG/kg); piridoksin (5 mg/kg); intisol (10-1000 mg/kg); dan kolin (20 h/kg). tiap hari, seekor mencit dewasa makan 3 g – 5 g makanan. Kalau mencit sedang bunting ataun menyusui, nafsu makannya bertambah.
Seperti untuk semua jenis hewan percobaan lain, kualitas makanan kelinci merupakan factor penting yang mempengaruhi kamampuan kilinci dalam mencapai kemampuan genetic untuk pertumbuhan, pembiuakan, panjangan umur maupun reaksi terhadap perlakuan dan lain-lain.
Pada dasarnya, makanan kelinci tidak banyak berbeda dengan makanan marmot. Yang pasti, kelinci tidak memer;lukan vitamiun C dan serat kasar secara khusus seperti marmot, tetapi karena bahan ini biasanya diberikan kepada marmot dfalam bentuk suplemen, resep rangsum kelinci biasanya sama dengan resep rangsum marmot, dan cara pembuatannyajuga sama. Bahan penyusun makanan kelinci dapat sedikit bervariasi, misalnya terdiri dari protein 16 – 20 %, lemak, 5 – 10 %; pati, 40 – 5-b %; seta kasar, 10 – 20 %; dan abu, 5 %. Selanjutnya makanan kelinci harus berisi vitamin A (9000 IU/kg); niasin (1 -2 vgr/kg), asam nikotinal (50 mh/kg) Dn kolion (mg/kg). tiap hari seekor kelinci dewasa makan 75 g sampai 100 g makanan.
BAB VII
PERANAN DAN PEMANFAATAN HEWAN COBA
Hewan coba didefinisikan sebagai hewan-hewan yang dipelihara untuk digunakan dalam percobaan, misalnya dalam suatu penelitian, diagnostik, ataupun praktikum mahasiswa .
A. Pemanfaatan Hewan Coba
1. Sebagai hewan coba dalam penelitian-penelitian Biologis dan Medis .
Berbgai jenis hewan coba sangat bermanfaat dalam penelitian-penelitian biologi dan medis (Kedokteran,kedokteran gigi,hewan dan farmasi) karena banyak hal dapat dilakukan dengan menggunakan hewan coba tersebut.Namun harus diingat bahwa penggunaan hewan coba berarti menyebabkan penderitaan hewan tersebut,sehingga setiap kali harus dipertanyakan apakah dalam percobaan atau penelitian tersebut mutlak digunakan hewan coba atau tidak .
2. Sebagai hewan model
Hewan sebagai model dimaksudkan untuk penggunaan bagian,organ atau sistem tertentu dari hewan coba sebagai model yang sama dengan manusia .
Telah diketahui bahwa berbagai,organ,atau sistem pada manusia itu dapat dipelari pada hewan dan kemudian diekstrapolasikan ke manusia.Cara ini telah memunculkan banyak penelitian-penelitian yang telah menghasilkan banyak sekali penemuan yang mendatangkan manfaat bagi manusia .Cara ini telah memunculkan banyak penelitian-penelitian yang telah menghasilkan banyak sekali penemuan yang mendatangkan manfaat bagi manusia.Kita harus berusaha menjaga agar hewan yang digunakan dala penelitian,pendidikan dan uji coba sesedikit mungkin mengalami penderitaan dan atau kesakitanselama digunakan .
Upaya implementasikannya dilakukan dengan 3 R (Replacement,Reduction dan Refinement) dalam merencakan dan melaksanakan aktivitas ilmiah menggunakan hewan coba .
Replecemet adalah hewab coba tidak digunakan apabila tujuan dari suatu riset dapat dicapai tanpa menggunakan hewan coba,Reduction adalah jumlah hewan coba yang digunakan harus diusahakan sesedikit mungkin,Refenement adalah upaya memperingan rasa sakit,penderitaan atau gangguan lain yang ditimbulkan akibat perlakuan dalam aktivitas ilmiah .
BAB VIII
UJI KLINIK
Segala data efektifitas obat bahan alam yang didapat dari penelitian in vitro maupun dari hewan percobaan hanya merupakan indikator bahwa efek serupa dapat terjadi pada manusia. Pada akhirnya segala data efektifitas yang didapat secara in vitro dan dari hewan percobaan harus dapat dibuktikan pada manusia. Tahap penelitian yang sangat menentukan ini dikenal sebagai uji klinik.
Uji klinik dilakukan untuk memastikan efektifitasnya,keamanan dan gambaran efek samping yang sering timbul pada manusia akibat pemberian suatu obat.
Untuk obat modern baru yang terikat pada suatu urutan penelitian yang terdiri atas 4 fase,Pada fase pertama dapat disimpulkan bahwa uji klinilk fase I ini dimaksudkan untuk mengetahui farmakodinamik dan farmakokinetik obat pada sukarelawan sehat.Pada uji fase klinik kedua memberi informsi tentang profil obat terhadap sejumlah kecil penderita yang diamati secara teliti. Pada fase uji klinik III menghasilkan data mengenai profil obat pada sejumlah besar penderita dengan cara penggunaan obat dalam keadaan sehari-hari seperti bila obat telah beredar.Setelah didapatkan hasil yang memuaskan pada fase ini,obat dapat dipasarkan.Pada uji klinik fase IV dapat diamati yaitu,
Ø Efek samping yang frekuensinya rendah atau timbul setelah penggunaan berulangkali atau jangka panjang.
Ø Efektifitas obat pada penderita berpenyakit berat atau penyakit gand,penderita anak atau usia lanjut.
Ø Masalah penggunaan berlebihan atau penyalahgunaan dan lain-lain.
Ø Dapat berupa uji klinik jangka panjang dalam kala besar untuk menentukan efek obat tehadap morbiditas dan mortalitas
Uji klinik fase IV ini menyajikan data profil obat setelah dipasarkan.
Urutan fase uji klinik yang berlaku untuk obat modern ini memberikan beberapa manfaat,yaitu:
Ø Terdapat sisyemik yang logis dalam upaya pembuktian keamanan dan efektifitas suatu obat baru
Ø Menghasilkan perangkat data yang lengkap
Ø Subjek penelitian mendapatkan perlindungan yang maksimal karena jika ditemukan efek samping yang berbahaya pada fase awal,uji klinik sudah dihentikan sebelum melibatkan lebih banyak subjek.
Obat bahan alami berada dalam kedudukan yang istimewa,karena telah digunakan secara luas dimasyarakat tanpa melalui fase-fase uji klinik yang berlaku pada obat modern,seperti yang telah diuraikan diatas.Uji klinik obat bahan alam yang ingin dikembangkan saat ini menyerupai uji klinik fase III ,karena obat tersebut telah banyak digunakan masyarakat.
BAB IX
PETUNJUK PENANGANAN HEWAN PERCOBAAN
A. Cara Bekerja Dengan Hewan Percobaan
1. Setiap orang,baik praktikan maupun peneliti yang bekerja di laboratorium yang menggunakan hewan percobaan hendaknya membaca
· Petunjuk memelihara dan menggunakan hewan percobaan .
· Dasar-dasar pemeliharaan hewan percobaan
2. Perlakuan hewan dengan kasih sayang dan jangan sekali-kali menyakiti .
3. Cara perlakuan hewan percobaan :
3.1 Kelinci dan marmut
Jangan sekali-kali memegang telinga kelinci karena syaraf dan pembuluh darah dapat terganggu .
3.2 Tikus dan mencit
Peganglah pada ekornya,tetapi hati-hati,jangan sampai hewan tersebut membalikkan tubuhnya dan menggigit anda.Karena itu selain ekornya,pegang juga bagian leher belakang dekat kepala dengan ibu jari dan telunjuk .
4. Menggunakan kembali hewan yang telah digunakan
Untuk menghemat biaya,bila mungkin,diperbolehkan menggunakan hewab percobaan lebih dari sekali.Walupun demikian,jika hewan tersebut telah digunakan dalam percobaan sebelumnya masih berada dalam tubuh hewan,kemungkinan hail percobaan berikutnya akan memberikan data yang tidak benar.Hal ini terutama terjadi pada kasus pemberian barbiturate yang menyebabkan induksi enzim.Dengan dalih ini maka hewan percobaan tersebut baru boleh digunakan untuk percobaan berikutnya setelah selang waktu minimal 14 hari.Disamping itu,kelinci harus digunakan sebagai alternative untuk cara pemberian internal maupun eksternal,meskipun percobaan menjadi tidak berurutan .
B. Memberi Kode Hewan Percobaan
Seringkali diperlukan untuk mengidentifikasi hewan yang terdapat dalam satu kelompok atau kandang,sehingga hewan-hewan percobaan perlu sekali diberi kode.Gunakan larutan 10% asam pikrat dalam air dan sebuah sikat atau kuas .
Punggung hewan dibagi menjadi tiga bagian :
1. Bagian kanan menunjukkan angka satuan
2. Bagian Tengah menunjukkan angka puluhan
3. Bagian kiri menunjukkan angka ratusan
C. Memusnakan Hewan
1. Cara terbaik untuk membunuh hewan ialah dengan memberikan suatu anestetik over dosis.Injeksi Barbiturat (Natrium Pentobarbital 300 mg/ml) secara intravena untuk kelinci dan anjing,secara intraperitonial atau intrathoracial untuk marmut,tikus dan mencit atau dengan inhalasi menggunakan kloroform,karbon dioksida,nitrogen dan lain-lain dalam wadah tertutup untuk semua jenis hewan tersebut .
2. Hewan disembelih,kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik dan dibungkus lagi dengan kertas,diletakkan di dalam tas plastik,di tutup dan simpan dalam lemari pendingin atau langsung diabukan .
2 komentar:
untuk apa dimasukkan ke dalam lemari pendingin kalo emang mau dimusnahkan.. kenapa nggak dikubur aja??
PUSAT SARANA BIOTEKNOLOGI AGROmenyediakan catheter 8 untuk keperluan penelitian, laboratorium, mandiri, perusahaan .. hub 081805185805 / 0341-343111 atau kunjungi kami di https://www TOKOPEDIA.com/indobiotech temukan juga berbagai kebutuhan anda lainnya seputar bioteknologi agro
Posting Komentar